Hukum perikatan
Hukum perikatan ialah suatu
peratuaran yang mengikat suatu badan atau perorangan untuk memenuhi hak dan
kewajiban dalam suatu transaksi atau pun perjanjian.
Debitur Dan
Kreditur
Perikatan yang terjadi antara pihak
yang satu dengan pihak yang lain, mewajibkan pihak yang satu dengan yang lain,
mewajibkan pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak kepada pihak yang
lain untuk menerima prestasi. Pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan
kewajibannya disebut debitur, sedangkan pihak yang berhak atas prestasi
disebut kreditur.
Macam- macam
Perikatan
Macam – macam hukum perikatan yang
sering digunakan masyarakat..
- Perikatan bersyarat, yaitu suatu perikatan yang timbul akibat dari perjanjian dengan ketentuan.
- Perikatan dengan ketetapan waktu, yaitu perikatan yang dibatasi oleh ketetapan waktu dan akan selesai setelah masa waktu telah berlalu
- Perikatan alternative, yaitu perikatan yang diambil berdasarkan hasil kesepakatan dari titik temu suatu perundingan.
- Perikatan tanggung menanggung, yaitu perikatan berkaitan tentang kewajiban dan hak atas pertanggung jawaban.
- Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi
- Perikatan dengan ancaman hukuman
- Perikatan wajar
Hapusnya
Perikatan
Menurut ketentuan pasal 1381 KUHP
ada sepuluh cara hapusnya perikatan, yaitu:
- Karena pembayaran
- Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
- Karena adanya pembaharuan hutang
- Karena percampuran hutang
- Karena adanya pertemuan hutang
- Karena adanya pembebasan hutang
- Karena musnahnya barang yang terhutang
- Karena kebatalan atau pembatalan
- Karena berlakunya syarat batal
- 10.Karena lampau waktu
2.2 Pengertian
Perjanjian
Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan perjanjian, kita melihat pasal 1313 KUHP. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih lainnya”. Ketentua
pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan.
Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
- Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
- Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
- Pengertian perjanjian terlalu luas
- Tanpa menyebut tujuan
- Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
Ada syarat- syarat tertentu sebagai
isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
- syarat ada persetuuan kehendak
- syarat kecakapan pihak- pihak
- ada hal tertentu
- ada kausa yang halal
Dasar
Hukum
Dalam pembahasan mengenai dasar
hukum ini berkenaan dengan ketentuan pasal 1233 BW, saya akan memberikan
paparan yang menurut pandangan saya penting dalam suatu perikatan, yaitu dasar
hukum tentang syarat – syarat sahnya suatu perikatan.
Dasar hukum yang menjadi acuan
syarat – syarat sahnya suatu perikatan adalah pasal1320 BW, yaitu sebagai
berikut :
- sepakat
- cakap
- suatu hal tertentu
- sebab yang diperbolehkan
Adapun penjelasannya adalah sebagai
berikut :
Sepakat
Perikatan akan terjadi apabila ada
kesepakatan antara para pihak.
Cakap
Cakap merupakan suatu syarat bagi
para pihak untuk melakukan perikatan. Cakap di sini adalah berhubungan dengan
kedewasaan. Dalam hal ini terjadi bermacam – macam takaran umur (perbedaan)
yang menyatakan bahwa seseorang telah dewasa atau belum ditinjau dari peraturan
perundang – undangan yang berlaku di Indonesia. Berkenaan dengan kedewasaan,
maka dapat diketahui sebagai berikut :
2.1.
BW
-
Seseorang telah dianggap dewasa, apabila telah berumur 21 tahun
2.2.
UU Perkawinan
-
Seseorang telah dianggap dewasa apabila : untuk pria telah berumur 19 tahun dan
wanita 16 tahun. Namun apabila belum berumur 21 tahun, pria yang telah berumur
19 tahun dan wanita yang telah berumur 16 tahun diperbolehkan untuk kawin, akan
tetapi harus mendapatkan izin dari orang tuanya masing – masing.
2.3.
UU Perlindungan anak
-
Telah dianggap dewasa, apabila anak telah berumur 18 tahun
Syarat nomor 1 dan nomor 2 di atas
disebut syarat subyektif yang apabila tidak terpenuhi, maka perikatan tersebut
dapat dibatalkan (varnietigbaar). Pembatalan dapat dilakukan oleh salah satu
pihak atau pihak ke tiga yang merasa telah dirugikan dengan perikatan yang
dibuat tersebut.
Kata – kata dapat dibatalkan
(varnietigbaar) ini mengandung arti, yaitu bahwa sejauh tidak ada yang
keberatan dari salah satu pihak atau pihak ke tiga atas suatu perikatan yang
dilakukan, maka perikatan tersebut dapat dianggap sah.
Suatu hal
tertentu
Hal ini menyangkut dengan obyek
perikatan, misalkan : Jual beli rumah, jual beli motor, sewa menyewa rumah, dan
lain – lain.
Sebab yang
diperbolehkan
Berkenaan dengan isi suatu perikatan
(perjanjian), yaitu tidak boleh melanggar undang – undang, kesusilaan, dan
ketertiban umum.
Syarat nomor 3 dan nomor 4 di atas
disebut syarat obyektif yang apabila tidak terpenuhi, maka perikatan tersebut
batal demi hukum (nietig).
asas
dalam hukum perjanjian
diatur
dalam buku III KUH Perdata, yakni menganut asas kebebasan berkontrak dan asas
kensensualisme.
Asas kebebasan berkontrak
→ Pasal 1338 KUH Perdata yang
menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para
pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas Konsensualisme
→ Perjanjian itu lahir pada saat
tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok.
→ Pasal 1320 KUH Perdata, untuk sahnya
suatu perjanjian diperlukan 4 syarat:
1. Kata sepakat antara para pihak
yang mengikatkan diri
→ Pasal 1321 KUH Perdata dinyatakan bahwa tiada sepakat yang sah apabila
sepakat itu diberikan secara kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan/
penipuan.
2. Cakap untuk membuat perjanjian
3. Mengenai suatu hak tertentu
4. Suatu sebab yang halal
2 syarat pertama dinamakan
syarat-syarat subjektif.
2 syarat yang lainnya dinamakan
syarat objektif
Asas kepribadian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar